LAPORAN PRAKTIKUM KANGKUNG, SAWI DAN BAYAM MERAH
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pratikum “Dasar-Dasar
Agronomi” ini sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Salawat dan salam semoga terlimpah
kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan
ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan mata kuliah Dasar-Dasar
Agronomi di jurusan Agroteknologi fakultas pertanian dan peternakan UIN
SUSKA Riau.
Laporan
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan ini.
Selanjutnya dalam
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Kedua Orang Tua dan keluarga kami
tercinta yang tanpa henti mengalirkan do’a untuk keselamatan dan keberhasilan
penulis serta memberikan semangat baik spiritual, moril dan materil.
2.
Ibu Indah Permanasari, S.P., M.P, Bapak
Bakhendri Solfan , S.p., M.Sc, dan Ibu Robbana Saragih, S.Pd., M.P. dosen pembimbing matakuliah Dasar-Dasar
Agronomi
3.
Asisten dosen Dasar dasar agronomi kak
Dhika Melisa Putri.
4.
Rekan-rekan Agroteknologi UIN SUSKA Riau
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang juga turut memberikan dorongan
semangat kepada penulis.
Penulis
menyadari dalam penulisan laporan pratikum ini masih banyak terdapat kekurangan
serta kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik
maupun saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan laporan ini. Akhirnya
penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Pekanbaru, April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR...................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................... iv
BAB I : Pendahuluan....................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang....................................................................... 1
1.2 Tujuan..................................................................................... 2
1.3 Manfaat.................................................................................. 2
BAB II : Tinjauan Pustaka.............................................................. 3
2.1 Kangkung............................................................................... 3
2.1.1 Klasifikasi
Kangkung.................................................... 3
2.1.2 Morfologi
Kangkung..................................................... 3
2.1.3 Syarat
Tumbuh Kangkung............................................. 4
2.1.4 Budidaya
Kangkung..................................................... 6
2.2 Sawi...................................................................................... 12
2.2.1
Klasifikasi Sawi........................................................ 12
2.2.2
Morfologi Sawi ........................................................ 12
2.2.3
Syarat Tumbuh Sawi................................................. 13
2.2.4
Budidaya Sawi.......................................................... 15
2.3 Bayam
Merah........................................................................ 20
2.3.1
Klasifikasi Bayam Merah......................................... 20
2.3.2
Morfologi Bayam Merah.......................................... 20
2.3.3
Syarat Tumbuh Bayam Merah.................................. 21
2.3.4
Budidaya Bayam Merah........................................... 23
BAB III: BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu
dan Tempat............................................................... 26
3.2 Alat
dan Bahan..................................................................... 32
3.3 Kegiatan
Pratikum................................................................ 26
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN..................................... 32
4.1 Kangkung............................................................................. 32
4.2 Sawi...................................................................................... 36
4.3 Bayam
Merah........................................................................ 38
BAB V : PENUTUP....................................................................... 45
5.1 Kesimpulan........................................................................... 45
5.2 Saran..................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 46
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Laporan
ini dibuat sebagai syarat kelulusan matakuliah Dasar-Dasar Agronomi untuk
melanjutkan studi ke semester berikutnya. Dan laporan ini dibuat untuk memenuhi
syarat dalam laporan kerja pratikum Dasar-Dasar Agronomi sebagai hasil akhir
dalam pratikum yang telah dilakukan.
Pada laporan
ini dijelaskan tentang tanaman Hortikultura yaitu tanaman yang dapat dikonsumsi
sebagai bahan pangan. Pengertian Hortikultura berasal dari Bahasa Latin yang
terdiri dari dua patah kata yaitu hortus (kebun) dan culture (bercocok tanam).
Hortikultura memiliki makna seluk beluk kegiatan atau seni bercocok tanam sayur-sayuran,
buah – buahan atau tanaman hias. Tanaman Hortikurtura memiliki beberapa fungsi
yakni: sebagai Sumber bahan makanan, Hiasan/keindahan, dan juga Pekerjaan.
Hortikultura terbagi atas 4 bagian yaitu: Sayur-sayuran, Buah-buahan, tanaman
Hias, dan tanaman obat. Ilmu hortikultura berhubungan erat dengan ilmu
pengetahuan lainnya, seperti teknik budidaya tanaman, mekanisasi, tanah dan
pemupukan, ilmu cuaca, dan sebagainya. Pada umumnya budidaya hortikultura
diusahakan lebih intensif dibandingkan dengan budidaya tanaman lainnya. Hasil
yang diperoleh dari budidaya holtikultura ini per unit areanya juga biasanya
lebih tinggi. Lebih lanjut dikatakan tanaman holtikultura memiliki berbagai
fungsi dalam kehidupan manusia. Misalnya tanaman hias berfungsi untuk member
keindahan (aestetika), buah – buahan sebagai makanan, dan lain-lain.
Dalam
hortikultura ada beberapa teknologi perbanyakan tanaman diantaranya yaitu
secara generati dan secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu
perbanyakan tanaman melalui biji. Dalam laporan ini membahas tentang perbanyakan
tanaman secara generatif (biji) pada tanaman kangkung, bayam merah dan sawi.
1.2
Tujuan
Pratikum
1.
Untuk mengetahui cara budidaya tanaman kangkung,
bayam merah dan sawi.
2.
Bagaimana proses budidaya kangkung,
bayam merah dan sawi.
3.
Apa saja parameter yang di amati saat
panen.
1.3
Manfaat
1. Agar
pembaca mengetahui cara budidaya kangkung, bayam merah dan sawi
2. Agar
dapat mengetahui proses budidaya kangkung,
bayam merah dan sawi
3. Agar
dapat mengetahui apa saja parameter pemanenan kangkung, bayam merah dan sawi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kangkung
2.1.1
Klasifikasi tanaman kangkung
Kingdom: Plantea
(tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (berpembuluh), Superdivisio: Spermatophyta
(menghasilkan biji),Divisio: Magnoliophyta (berbunga), Kelas: Magnoliapsida
(berkeping dua/dikotil), Sub kelas: Asteridae, Ordo: Solanales, Familia:
Convolvulaceae (suku kankung-kangkungan), Genus: Ipomea, Spesies :
Ipomea reptans Poir.
2.1.2
Morfologi Kangkung
Kangkung
merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung
memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya akar menyebar kesemua
arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar
secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air
(Djuariah, 2007).Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak
mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar.
Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan
menjalar (Djuariah, 2007).
Kangkung
memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya
terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun
umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua,
dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhanya
tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji terutama jenis kangkung
darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan daun mahkota
bunga berwarna putih atau merah lembayung (Maria, 2009).
Buah
kangkung berbentuk bulat telur yang didalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk
buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Warna buah hitam jika sudah tua
dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran kecil sekitar 10 mm, dan umur buah
kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi atau tegak bulat.
Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping dua. Pada
jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman
secara generatif (Maria, 2009).
2.1.3
Syarat Tumbuh Kangkung
1.
Iklim
Tanaman
ini dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Kangkung darat (Ipomea reptans)
dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin. Jumlah curah
hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-5000
mm/tahun. Pada musim hujan tanaman kangkung pertumbuhannya sangat cepat dan
subur, asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian,
kangkung pada umumnya kuat menghadapi rumput liar, sehingga kangkung dapat
tumbuh di padang rumput, kebun/ladang yang agak rimbun (Aditya, 2009).
Tanaman
kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang
cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh
memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas
terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung,
maka kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen. Suhu udara
dipengaruhi oleh ketinggian tempat, setiap naik 100 m tinggi tempat, maka
temperatur udara turun 1 derajat C (Aditya, 2009).
2.
Media Tanam
Kangkung darat (Ipomea reptans) menghendaki tanah
yang subur, gembur banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi
keasaman tanah. Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang,
karena akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang
selalu tergenang air. Tanaman kangkung (Ipomea reptans) membutuhkan
tanah datar bagi pertumbuhannya, sebab tanah yang memiliki kelerengan tinggi
tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik (Haryoto, 2009).
3.
Ketinggian
Tempat
Kangkung
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran
tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl. Baik kangkung darat maupun kangkung air,
kedua varietas tersebut dapat tumbuh di mana saja, baik di dataran rendah
maupun di dataran tinggi. Hasilnya akan tetap sama asal jangan dicampur aduk
(Anggara, 2009).
4.
Pengolahan
Lahan
Kangkung darat bisa diperbanyak dengan biji. Untuk
luasan satu hektar dibutuhkan benih kurang lebih 10 kg. Varietas yang
dianjurkan adalah varietas Sutra alias varietas lokal yang memiliki daya
penyesuaian lebih baik dibanding varietas lain. Lahan terlebih dahulu dicangkul
sedalam 20-30 cm supaya gembur, seusai itu dibangun bedengan membujur dari
Barat ke Timur supaya memperoleh cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya 100-120
cm, tinggi 30 cm serta panjang sesuai kondisi lahan, untuk memudahkan
pemeliharaan sebaiknya panjang bedengan kurang 15 m. Jarak antar bedengan + 30
cm. Lahan yang asam (pH rendah) perbuat pengapuran dengan kapur kalsit alias
dolomit untuk menaikkan derajat keasaman tanah dosis 1,5 t/ ha, pengapuran
dilakukan sebelum penanaman, yaitu 2-4 minggu sebelum tanam.
5.
Pemupukan
Pupuk organik (sebaiknya kotoran ayam yang sudah
difermentasi) diberikan tiga hari sebelum tanam dengan dosis 4 kg/m2. Sebagai
starter ditambahkan pupuk anorganik berupa Urea 15 gr/m2 pada umur 10 hari
seusai tanam. Supaya pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk dengan
pupuk organik kemudian diberikan dengan cara larikan di samping barisan
tanaman, apabila butuh tambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 1
serta 2 minggu seusai tanam. Biji kangkung darat ditanam di bedengan yang sudah
dipersiapkan. Buat celah tanam dengan jarak 20 x 20 cm, tiap celah tanamkan 2 –
5 biji kangkung. Sistem penanaman dilakukan dengan cara zigzag alias system
garitan (baris). Pemeliharaan yang butuh diperhatikan adalah ketersediaan air,
bila tak turun hujan wajib dilakukan penyiraman. Faktor lain adalah pengendalian
gulma waktu tanaman tetap muda serta menjaga tanaman dari serangan hama serta
penyakit. Hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain ulat grayak
(Spodoptera litura F), kutu daun (Myzus persicae Sulz) serta Aphis gossypii.
Sedangkan penyakit antara lain penyakit karat putih yang dikarenakan oleh
Albugo ipomoea reptans. Untuk pengendalian, gunakan tipe pestisida yang aman
mudah terurai semacam pestisida biologi, pestisida nabati alias pestisida
piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut wajib dilakukan dengan benar
baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, tutorial aplikasi, interval serta
waktu aplikasinya. Panen dilakukan seusai berusia + 25 hari seusai tanam,
dengan tutorial mencabut tanaman hingga akarnya alias memotong dibagian pangkal
tanaman kurang lebih 2 cm di atas permukaan tanah. Pasca panen khususnya
diarahkan untuk menjaga kesegaran kangkung, yaitu dengan tutorial menempatkan
kangkung yang baru dipanen di tempat yang teduh alias merendamkan tahap akar
dalam air serta pengiriman produk ketempat tujuan secepatnya.
2.1.4 Budidaya Kangkung
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
membudidayakan kangkung dalam berbagai lahan, kondisi dan media tanam.
Contohnya kangkung dapat dibudidayakan dengan model pertanian terapung dengan
bahan dan metode sebagai beriku :
1.
Bahan untuk Rakit dan Media
Bahan untuk pembuatan rakit adalah bambu besar
diameter 15 cm dan bamboo kecil diameter 7 cm dan dipotong untuk panjang rakit
320 cm dan lebar 170 cm, dilebihkan 20 cm untuk tempat pengikatan sambungan
bambu dan bahan pengikat tali kawat plat berbungkus plastik.
Tanah yang digunakan untuk penelitian ini diambil
dari rawa itu juga, untuk keseragaman tanah di keringkan dan diayak (<2 mm).
Analisa kesuburan tanah, kompos setelah dicampur tanah, kompos sebelum
digunakan dan air rawa disajikan pada berikut :
Tanah rawa yang digunakan mempunyai kandungan pasir
yang tinggi karena tanah di bagian daratan juga mengandung pasir yang tinggi,
akibat erosi dari bagian lahan darat yang diendapkan di rawa. Jadi tanah rawa
digunakan ini bukan merupakan endapan dari sungai, sehingga kesuburannya sangat
rendah (Tabel 1). Demikian juga air rawa yang sangat rendah tingkat kesuburannya,
maka pupuk kompos ditambahkan pada penelitian ini.
2.
Metodologi
Tanah yang sudah dikering anginkan dimasukkan
sebanyak 300 kg untuk rakit satu tanpa pupuk kompos dan tebal tanah 6 cm,
sedangkan untuk rakit dua dimasukkan sebanyak 150 kg tanah dan 150 kg pupuk
kompos dan tebalnya 7 cm. Dosis tinggi diberikan karena tanpa tambahan pupuk
buatan, kesuburan tanah sangat rendah dan diharapkan rakit dapat ditanami
berkali kali untuk sayuran dan tanpa penambahan bahan pupuk lagi.
Kangkung ditanam 3 biji perlubang dengan jarak 25 cm
x 25 cm, sehingga setiap rakit terdapat 72 rumpun tanaman. Lalu pengamatan
tinggi tanaman, jumlah daun dan cabang dilakukan sekali seminggu sampai panen
umur 3 minggu. Setelah panen dilakukan pengukuran berat segar, berat kering
tajuk dan akar. Karena hanya ada dua perlakuan yaitu ditambah pupuk organik dan
tanpa pupuk organik maka data dianalisa secara statistik menggunakan uji-t.
3.
Pembuatan Rakit Dari Bambu
Sebagai suatu model untuk pertanian terapung
menggunakan bambu karena dapat mengapung dan banyak tersedia di sekitar
penduduk. Dalam percobaan ini luas rakit yang dibuat hanya berukuran 1,5 m x 2
m, dengan bagian sisi-sisi rakit terbuat dari bambu besar ukuran diameter 15 cm
sedangkan bagian dasar di tengah menggunakan bamboo dengan ukuran sekitar 6 cm.
Penyatuan masing-masing bamboo diikat dengan tali plastik plat yang ada kawat
di dalamnya, tali ini lebih kuat untuk mengikat bamboo dibandingkan yang
lainnya.
4.
Pertumbuhan Tanaman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kangkung
dapat dibudidayakan di atas rakit terapung dari bambu. Selanjutnya hasil
analisis uji t pada menunjukkan bahwa media tanam yang diberi kompos dan media
tanam tanpa kompos berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman kangkung seperti
tinggi tanaman, jumlah daun, dan kadar air tanah pada minggu ke-1, minggu ke-2,
dan minggu ke-3 selama pengamatan berlangsung. Perbedaan nyata juga dapat
dilihat dari berat segar tanaman, berat kering tanaman, serta berat kering akar
antara rakit dengan media tanam kompos dan rakit dengan media tanam tanpa
kompos.
Secara visual dapat dilihat pada yang memperlihatkan
perbandingan hasil produksi tanaman kangkung dengan media tanam yang diberi
kompos dan tanpa kompos. Secara rinci pengaruh kompos terhadap pertumbuhan
tanaman kangkung pada rakit disajikan sebagai berikut :
1.
Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
Hasil analisis uji t dari sepuluh contoh tanaman
didapatkan bahwa media tanam yang diberi kompos berpengaruh nyata terhadap
tinggi dan jumlah daun tanaman kangkung darat dibandingkan dengan media tanam
tanpa kompos mulai dari minggu ke-1, ke-2 sampai mingggu ke-3 (Tabel 2).
Hasil analisis uji t pada rakit dengan media tanam
yang diberi kompos memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman
dibandingkan jumlah daun tanaman kangkung pada media tanam tanpa kompos mulai
dari minggu ke-1, minggu ke-2, dan sampai minggu ke-3 (Tabel 2).
2.
Berat berangkasan
Hasil uji t berat segar tanaman, berat kering
tanaman, dan berat kering akar didapatkan bahwa rakit terapung dari bambu
dengan media tanam yang diberi kompos berbeda nyata dibandingkan dengan media
tanam tanpa kompos. Hal ini disebabkan pemberian kompos pada tanah rawa lebak
meningkatkan kandungan unsur hara dibandingkan media tanam tanpa kompos.
Pertumbuhan tanaman kangkung pada rakit terapung juga dipengaruhi oleh pH air
yang rendah dan kandungan hara pada air yang relatif rendah sehingga berat
berangkasanpun sangat rendah bila tanpa kompos.
3. Kadar
Air Tanah
Hasil analisis uji t terhadap kadar air pada rakit
terapung dari bambu dengan media tanam yang diberi kompos memberikan pengaruh
nyata dalam menahan air dibandingkan media tanam tanpa kompos selama tiga
minggu.
Kemudian budidaya kankung juga dapat dilakukan
dengan cara mengaplikasikan bio stimulator dan jarak tanam pada tanaman
kangkung. Dimana bahan dan metode dari budidaya adalah sebagai berikut :
Penelitian dilaksanakan di area persawahan yang
bertempat di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Berada di ketinggian 800-900
mdpl, curah hujan rata-rata 2600-3100 mm per tahun, suhu rata-rata harian
berkisar antara 24-28˚ C. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan september
sampai oktober 2013. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sprayer,
gembor, cangkul, sabit, timbangan analitik, penggaris, gelas ukur volume 1000
ml, oven, LAM, meteran, kamera, alat tulis dan peralatan lain yang mendukung
penelitian ini. Bahan yang digunakan dalam penelitian tersebut ialah urea
sebagai pupuk dasar, bio stimulator merk bregadium bio micro neutralizer, bibit
kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) varietas Bangkok LP-1.
Percobaan dilakukan dengan metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial terdiri dari dua faktor yang meliputi faktor pertama
konsentrasi bio stimulator (K) dan faktor kedua jarak tanam (J), masing-masing
kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Konsentrasi bio stimulator (K) terdiri
dari 4 taraf yaitu : Konsentrasi bio stimulator 0 ml/l per bedengan (K0),
Konsentrasi bio stimulator 10 ml/l per bedengan (K1), Konsentrasi bio
stimulator 20 ml/l per bedengan (K2), Konsentrasi bio stimulator 30 ml/l per
bedengan (K3). Jarak tanam (J) terdiri dari 3 taraf yaitu : 15 x 15 cm (J1), 15
x 20 cm (J2), 20 x 20 cm (J3).Dalam percobaan ini akan dilakukan pada 12
perlakuan, dengan 3 ulangan. Jumlah bedengan 36 dengan lebar tiap bedengan 2 x
1 m.Perlakuan pemberian bio stimulator diberikan pada umur tanaman : 3 hst, 9
hst, 16 hst, 23 hst, 30 hst. Pemberian bio stimulator dilaksanakan pada pagi hari
bertujuan untuk meminimalisir penguapan karena sinar matahari. Aplikasi bio
stimulator dengan cara dilarutkan dengan 1 liter air kemudian di kocorkan
sepanjang alur tanam.Pengamatan dilakukan pada komponen pertumbuhan secara
destruktif dan pengamatan panen. Pengamatan dilakukan pada 14, 21, 28, 35 HST.
Parameter pengamatan meliputi: panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot
segar total tanaman, berat kering total tanaman. Pengamatan panen meliputi :
berat segar konsumsi, indeks panen.Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis uji F dengan taraf 5 %, apabila ada beda nyata antar
perlakuan maka hasil analisis diuji lanjut dengan uji jarak BNT 5 %.
Dari budidaya diatas dapat diperoleh hasil sebagai
berikut :
Pengaruh aplikasi bio stimulator dan jarak tanam
Berdasarkan hasil penelitian dapat diinformasikan bahwa terdapat interaksi yang
nyata antara perlakuan konsentrasi bio stimulator dan jarak tanam pada
parameter pengamatan panen yaitu BKTT/Plot, rata-rata berat kering total
tanaman/plot tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K3J1 (konsentrasi 30
ml/l + jarak tanam 15 x 15 cm) yaitu sebesar 715,87 gr. Berat kering tanaman
mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesiskan tanaman dari
bahan anorganik terutama air dan karbondioksida. Unsur hara yang diserap akar
akan memberikan kontribusi terhadap pertambahan berat kering tanaman. Berat
kering tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi
matahari yang tersedia sepanjang masa pertanaman oleh tajuk tanaman (Gardner,
et al, 1991).Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) pada pengaruh jarak tanam
(Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan dengan kombinasi K0J3 (konsentrasi 0 ml/l
+ jarak tanam 20 x 20 cm) memiliki rata-rata berat kering total tanaman/plot
panen terendah yaitu sebesar 150,0 gr. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan K0J2 (konsentrasi 0 ml/l + jarak tanam 15 x 20 cm) dan
berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan yang lain. Rata-rata berat kering
total tanaman/plot tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K3J1
(konsentrasi 30 ml/l + jarak tanam 15 x 15 cm) yaitu sebesar 715,87 gr.
Perlakuan ini berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan yang lainnya.
1.
Panjang Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
hasil uji beda nyata terkecil (BNT) perlakuan konsentrasi bio stimulator dan
jarak tanam terhadap parameter panjang tanaman disajikan pada Tabel 2. Hasil
uji beda nyata terkecil pada pengaruh perlakuan konsentrasi bio stimulator
(Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan bio stimulator konsentrasi 30 ml/l
memiliki panjang tanaman yang tertinggi pada setiap waktu pengamatan. Sedangkan
perlakuan bio stimulator konsentrasi 0 ml/l memiliki panjang tanaman terendah
pada setiap waktu pengamatan. Kedua perlakuan ini berbeda nyata pada setiap
waktu pengamatan. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) pada pengaruh jarak tanam
menunjukkan bahwa tidak terdapat hasil yang konsisten jarak tanam terhadap
panjang tanaman dari setiap waktu pengamatan. Perlakuan dengan hasil panjang
tanaman tertinggi pada setiap pengamatan berbeda-beda. Pada hari ke-14 dan 21,
panjang tanaman tertinggi terdapat pada jarak tanam 20 x 20 cm. Pada hari ke-28
panjang tanaman tertinggi terdapat pada jarak tanam 15 x 20 cm. Sedangkan pada
hari ke-35, panjang tanaman tertinggi terdapat pada jarak tanam 15 x 15 cm.
2.
Jumlah Daun
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
hasil uji beda nyata terkecil (BNT) perlakuan konsentrasi bio stimulator dan
jarak tanam terhadap parameter jumlah daun. Hasil uji beda nyata terkecil pada
pengaruh perlakuan konsentrasi bio stimulator menunjukkan bahwa perlakuan bio
stimulator konsentrasi 30 ml/l memiliki jumlah daun yang tertinggi pada setiap
waktu pengamatan. Sedangkan perlakuan bio stimulator konsentrasi 0 ml/l
memiliki jumlah daun terendah pada setiap waktu pengamatan. Kedua perlakuan ini
berbeda nyata pada setiap waktu pengamatan.Hasil uji beda nyata terkecil (BNT)
pada pengaruh jarak tanam (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat hasil yang
konsisten jarak tanam terhadap jumlah daun dari setiap waktu pengamatan.
Perlakuan dengan hasil jumlah daun tertinggi pada setiap pengamatan
berbeda-beda. Pada hari ke-14, 21 dan 35, jumlah daun tertinggi terdapat pada
jarak tanam 20 x 20 cm. Sedangkan pada hari ke-28, jumlah daun tertinggi
terdapat pada jarak tanam 15 x 20 cm.
3.
Luas daun
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
hasil uji beda nyata terkecil (BNT) perlakuan konsentrasi bio stimulator dan
jarak tanam terhadap parameter luas daun disajikan pada Tabel 4. Hasil uji beda
nyata terkecil pada pengaruh perlakuan konsentrasi bio stimulator menunjukkan
bahwa perlakuan bio stimulator konsentrasi 30 ml/l memiliki luas daun yang
tertinggi pada setiap waktu pengamatan. Sedangkan perlakuan bio stimulator
konsentrasi 0 ml/l memiliki luas daun terendah pada setiap waktu pengamatan.
Kedua perlakuan ini berbeda nyata pada setiap waktu pengamatan.Hasil uji beda
nyata terkecil (BNT) pada pengaruh jarak tanam menunjukkan bahwa tidak terdapat
hasil yang konsisten jarak tanam terhadap luas daun dari setiap waktu
pengamatan. Perlakuan dengan hasil luas daun tertinggi pada setiap pengamatan
berbeda-beda. Pada hari ke-14 dan 28, luas daun tertinggi terdapat pada jarak
tanam 15 x 20 cm. sedangkan pada hari ke-21 dan 35 luas daun tertinggi terdapat
pada jarak tanam 20 x 20 cm.
2.2
Sawi
2.2.1
Klasifikasi Sawi
Kingdom:
Plantae, Sub Kingdom: Tracheobinonta, Super Divisio: Spermatophyta, Divisio: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliophyta, Sub kelas: Dileniidae, Ordo: Capparales, Familia: Brassicaceae,
Genus: Brassica, Spesies: Brassica juncea L
2.2.2
Marfologi Sawi
Sebagai sayuran daun sawi dapat dikonsumsi sebagai
lalapan, maupun produk olahan, di dalam tanaman ini terdapat beberapa unsur
penting bagi kesehatan, komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam tiap
100 g sawi adalah ; protein 2.3 g ; karbohidrat 4.0 g ; Ca 220.0 mg ; vitamin A
1940.0 mg; vitamin B 0.09 mg ; dan vitamin C 102 mg ( Direktorat Gizi, 2001 ).
Tanaman sawi dapat dibudidayakan pada lahan yang
sangat terbatas, misalnya diteras rumah atau di tembok-tembok pagar dengan cara
pembudidayaan dengan menggunakan wadah pot, sehingga lahan yang terbatas dapat
dieksploitasi secara maksimal, dan sisitem bercocok tanam seperti ini biasa
dikenal dengan cara budidaya sistem bertingkat. Dan sistem ini merupakan salah
satu solusi yang dapat digunakan untuk budidaya pertanian lahan sempit.
Tanaman sawi yang dibudidayaka dengan sistem
vertikultur dapat meningkatkan efisiensi lahan sampai 145 %. Produksi sawi
dapat mencapai 14 ton / hektar, namun produksi yang dicapai oleh petani di
Pekanbaru baru mencapai 9 ton / hektar, oleh karena itu kekurangan target
tersebut dapat dipacu dengan berbagai hal, misalnya dengan pemupukan baik
melalui tanah maupun melalui daun.
2.2.3
Syarat Tumbuh Sawi
1. Keadaan Iklim
Keadaan
iklim yang perlu mendapat perhatian didalam memnentukan lokasi usaha tani sawi
adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan penyinaran cahaya
matahari.
a.
Suhu Udara.
Selain
dikenal sebagai tanaman sayuran daerah iklim sedang tetapi saat ini , tanaman
sawi berkembang pesat di daerah panas. Kondisi iklim yang dikehendaki untuk
pertumbuhan sawi adalah daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6°C dan siang
hari 21,1°C. Pertumbuhan sawi yang baik membutuhkan suhu udara yang berkisar
antara 19ºC - 21ºC. Keadaan suhu suatu daerah atau wilayah berkaitan erat
dengan ketinggian tempat dari permukaan laut. Daerah yang memiliki suhu
berkisar antara 19ºC - 21ºC adalah daerah yang ketingiannya 1000 – 1200 m dpl,
semakin tinggi letak suatu daerah dari permukaan laut, suhu udaranya semakin
rendah.sementara itu pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh suhu udara.
Jika
suhu lingkungan untuk menanam melebihi 21ºC dapat menyebabkan tanaman sawi
tidak dapat tumbuh dengan baik. Karena suhu udara sangat mempengaruhi. Jika
tidak sesuai dengan kehendakinya maka pertumbuhannya pun tidak bagus,
karena terhambatnya proses fotosintesis yang dapat mengakibatkan terhentinya
produksi karbohidrat dan respirasi meningkat lebih besar. Jika sesuai dengan
daerah yang dia kehendaki, maka tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan
baik untuk pembentukan karbohidrat dalam jumlah yang besar. Sehingga
sumber energi lebih tersedia untuk proses respirasi, pertumbuhan tanaman dan
produksi tanaman.
b.
Kelembaban Udara
Kelembaban
yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi yang optimal berkisar antara 80% -
90%. Kelembaban yang lebih dari 90% berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan
tanaman, yakni tanaman tumbuh tidak sempurna, tanaman tidak subur, kualitas
daun jelek, dan bila penanaman bertujuan untuk pembenihan maka kualitas biji
jelek. Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara
oleh tanaman yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman.
c.
Curah Hujan
Tanaman
sawi dapat ditanam sepanjang tahun. Curah hujan yang cukup sepanjang tahun
dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersediaan air tanah
mencukupi. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi
adalah 1000 – 1500 mm/tahun. Daerah yang memiliki curah hujan sekitar
1000 – 1500 mm/tahun ialah daerah dengan ketinggian 1000 – 1500 m dpl. Tanaman
Sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada
musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.
Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk. lebih
cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga
tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bila
di tanam pada akhir musim penghujan.
d.
Penyinaran Cahaya Matahari
Tanaman
melakukan fotosintesis memerlukan energi yang cukup. Cahaya matahari merupakan
energi yang diperlukan untuk tanaman dalam melakukan fotosintesis. Energi
kinetik matahari yang optimal yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan
produksi berkisar antara 350 cal / cm2 – 400 cal / cm2
setiap hari. Tanaman sawi hijau memerlukan cahaya matahari tinggi.
Faktor
cahaya sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi.
Intensitas cahaya yang tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya proses
fotosintesis, akan tetapi peningkatan proses fotosintesis akan terhenti pada
titik jenuh cahaya matahari. Cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan
pertumbuhan dan produksi tanaman menurun.
Tanaman
sawi hijau untuk mendapatkan intensitas cahaya matahari yang cukup memerlukan
panjang penyinaran matahari 12 - 16 jam setiap hari
2. Keadaan Tanah
Persyaratan
tumbuh bagi tanaman sawi tidak terlalu sulit.Sawi dapat tumbuh dan beradaptasi dengan
baik hampir di semua jenis tanah. pH tanah yang optimal untuk budidaya sawi
berkisar antara 6-6,5. Media tanam yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah
gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik.
Daerah
penanaman yang cocok untuk tanaman sawi adalah mulai dari ketinggian 5
meter-200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada
daerah yang mempunyai ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut.
2.2.4
Budidaya Sawi
Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk membudidayakan sawi dalam berbagai lahan,
kondisi dan media tanam. Contohnya sawi dapat dibudidayakan dengan cara
memamanfaatkan kompos dari limbah baglog jamur tiram sebagai media tanaman sawi
tersebut dengan bahan dan metode sebagai berikut :
Bahan-bahan
yang diperlukan adalah limbah baglog, pupuk kandang sapi, pupuk kandang ayam,
benih sawi hijau merek tosakan, dan tanah.
Percobaan I. Uji kematangan kompos dengan
berbagai aktivator
Perlakuan
terhadap limbah baglog dan pukan masing-masing 100 kg, pada saat pengomposan
meliputi:
Kontrol
= tanpa penambahan aktivator
PKA1
= pupuk kandang ayam 10 %
PKA2
= pupuk kandang ayam 20 %
PKS1
= pupuk kandang sapi 10 %
PKS2
= pupuk kandang sapi 20 %
Percobaan II. Dosis kompos pada media tumbuh
(tanah) tanaman sawi Hijau
Kompos
yang digunakan adalah hasil terbaik dari percobaan tahap 1, berdasarkan uji analisis
laboratorium.
Perlakuan
media tanam yang digunakan adalah kompos dan tanah yang dimasukkan dalam
polybag dengan berat lebih kurang 2kg, dengan berbagai komposisi :
K1
: 100 tanah + 0 kompos (v/v)
K2
: 80 tanah + 20 kompos (v/v)
K3
: 60 tanah + 40 kompos (v/v)
K4
: 40 tanah + 60 kompos (v/v)
K5
: 20 tanah + 80 kompos (v/v)
Kemudian budidaya sawi juga dapat dilakukan dengan
cara fermentas ekstrak paitan (Tithonia
diversifolia L.) dan kotoran kelinci cair sebagai sumber hara secara
hidrofonik rakit apung. Dimana bahan dan metode dari budidaya adalah sebagai
berikut :
Dilakukan pada Greenhouse. Greenhouse berada pada
ketinggian 492 mdpl dengan suhu rata-rata 22,2 °C - 24,5 °C dan kelembaban
udara berkisar 74% - 82%. Alat yang digunakan ialah bak plastik ukuran 50x35x15
cm, drum, cutter, aerator, timbangan analitik, jangka sorong, meteran, oven,
Leaf Area Meter (LAM), SPAD meter. Bahan yang digunakan ialah benih sawi hijau,
spons, styroform, fermentasi ekstrak paitan, fermentasi ekstrak kotoran
kelinci, pupuk A-B mix Joro, dan air. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok yang terdiri atas 5 perlakuan media hidroponik yaitu
P1 : A-B mix Joro
P2 : A-B mix Joro + Fermentasi Ekstrak Paitan
P3 : A-B mix Joro + Fermentasi Kotoran kelinci cair
P4 : A-B mix Joro+Fermentasi Ekstrak Paitan + Fermentasi
Kotoran kelinci cair
P5 : Fermentasi Ekstrak
Paitan + Fermentasi Kotoran kelinci cair.
Percobaan diulang sebanyak empat kali, pada
masing-masing perlakuan terdapat 36 tanaman sehingga total tanaman berjumlah
180 tanaman. Pengamatan dilakukan dengan cara nondestruktif dan panen.
Pengamatan nondestruktif dilakukan sebanyak 5 kali setelah transplanting dengan
interval pengamatan 7 hari sekali (7, 14, 21, 28 dan 35 hari setelah
transplanting). Pengamatan panen dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hari
setelah transplanting. Pengamatan non destruktif meliputi : Tinggi tanaman (cm)
per tanaman, Jumlah daun per tanaman. Pengamatan panen meliputi : Luas daun per
tanaman (cm2), Berat daun (g), Ketebalan daun (cm2/g), diperoleh dengan cara
menghitung luas daun dibagi dengan berat daun, Diameter batang per tanaman
(mm), Panjang akar (cm), Jumlah akar per tanaman, Berat akar (g) per tanaman,
Bobot segar per tanaman (g), Bobot segar konsumsi per tanaman (g), Bobot kering
total tanaman (g), Klorofil content, Sisa air di dalam pot (Liter). Analisis
data yang dilakukan menggunakan analisis ragam (F hitung) dengan taraf
kesalahan 5%. Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan dilakukan uji Beda
nyata Terkecil (BNT) dengan taraf kesalahan 5%.
Dari budidaya diatas diperoleh hasil sebagai berikut
:
1. Tinggi
Tanaman
Tinggi merupakan salah satu parameter pertumbuhan
tanaman. Tanaman setiap waktu terus tumbuh yang menunjukkan telah terjadi
pembelahan dan pembesaran sel. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, fisiologi dan genetik tanaman. Pada caisim, tinggi tanaman
adalah pencerminan panjang batang yang beruas dan berbuku sehingga juga
mencerminkan kuantitas daun (Fahrudin, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel
pengamatan tinggi tanaman pada masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata
pada umur 7 HST, namun berpengaruh nyata pada umur 14-35 HST. Pada variabel
pengamatan tinggi tanaman perlakuan A-B mix Joro + Paitan + Kotoran Kelinci
Cair memberikan rata-rata tinggi tanaman maksimum yaitu 28,81 cm. Hal ini
diduga penambahan fermentasi ekstrak kotoran kelinci cair dan fermentasi
ekstrak Paitan pada Joro AB-Mix mampu memberikan unsur hara N yang dibutuhkan
oleh tanaman sawi untuk proses pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Djafar (2013) bahwa unsur N merupakan unsur yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak pada tanaman sawi dan kecukupan akan unsur N di ikuti
dengan peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman.
2. Jumlah
Daun
Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis
makanan untuk kebutuhan tanaman maupun sebagai cadangan makanan. Daun memiliki
klorofil yang berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin banyak jumlah
daun, maka tempat untuk melakukan proses fotosisntesis lebih banyak dan dan
hasilnya lebih banyak juga (Fahrudin, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel pengamatan jumlah daun pada masing-masing perlakuan tidak berpengaruh
nyata pada umur 7 dan 14 HST, namun berpengaruh nyata pada umur 21-35 HST
(Tabel 2). Pada variabel pengamatan jumlah daun perlakuan A-B mix Joro + Paitan
+ Kotoran Kelinci Cair memberikan rata-rata jumlah daun terbaik yaitu 8,33
helai. Hal ini diduga penambahan fermentasi ekstrak kotoran kelinci cair dan
fermentasi ekstrak Paitan pada Joro AB-Mix mampu memberikan unsur hara nitrogen
yang dibutuhkan oleh tanaman sawi sehingga proses pembentukan organ vegetatif
daun pada tanaman sawi dapat optimal. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Nurshanti (2009) bahwa apabila kebutuhan unsur N tercukupi, maka dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Seperti diketahui unsur N pada tanaman
berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan daun sehingga daun akan menjadi banyak
jumlahnya dan akan menjadi lebar dengan warna yang lebih hijau yang akan
meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.
Penambahan Kotoran Kelinci dan Paitan dapat
memberikan nutrisi penunjang pada tanaman, dapat mengurangi biaya dan terdapat
sinkronisasi antara ketersediaan unsur hara dengan kebutuhan tanaman sehingga
dapat membantu kecepatan tumbuh tanaman serta kelancaran proses penyerapan
unsur hara oleh tanaman mampu memacu proses fotosintesis secara optimal,
sehingga menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang optimal. Sesuai
dengan pendapat Lestari (2009) bahwa penggunaan media organik sebaiknya
dikombinasikan dengan media anorganik untuk saling melengkapi karena dapat
memberikan pengaruh yang sangat baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman. Penggunaan
media organik sangat penting dalam upaya mempertahankan hasil yang tinggi dan
digunakan sebagai subtitutor dalam substitusi media anorganik dengan media
organik untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
3. Luas
Daun dan Berat Daun
Daun merupakan organ penting tanaman yang berperan
dalam proses fotosintesis. Pada proses fotosintesis juga diperlukan aerasi yang
baik pada media tanam agar dapat mendukung akar tanaman dalam menyerap air dan
unsur hara secara optimal yang selanjutnya ditranslokasikan tanaman untuk proses
metabolisme yang berperan dalam pertambahan luas daun (Sukawati, 2010). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada variabel pengamatan luas daun perlakuan A-B
mix Joro + Paitan + Kotoran Kelinci Cair memberikan rata-rata luas daun
maksimum yaitu 710,95 cm². Kemudian pada variabel pengamatan berat daun
perlakuan A-B mix Joro + Paitan + Kotoran Kelinci Cair juga memberikan
rata-rata berat daun maksimum yaitu 26,45 g. Hal ini diduga penambahan
fermentasi ekstrak kotoran kelinci cair dan fermentasi ekstrak Paitan pada Joro
AB-Mix menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak serta pertumbuhan daun yang
lebih lebar sehingga daun sawi dapat menangkap sinar matahari lebih optimal
dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat yang tinggi sehingga
berpengaruh dalam pertambahan luas daun dan berat daun tanaman sawi. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Fahrudin (2009) bahwa luas daun dan jumlah klorofil
yang tinggi akan menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik. Semakin
besar luas daun tanaman maka penerimaan cahaya matahari akan juga lebih besar.
Cahaya merupakan sumber energi yang digunakan untuk melakukan pembentukan
fotosintat. Dengan luas daun yang tinggi, maka cahaya akan dapat lebih mudah
diterima oleh daun dengan baik.
2.3
Bayam Merah
2.3.1 Klasifikasi
Bayam Merah
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan),
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta
(Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta,
Kelas: Magnoliopsida, Sub Kelas: Hamamelidae, Ordo: Caryphyllales. Famili: Amaranthaceae,
Genus: Amaranthus, Spesies: Amaranthus tricolor L. (Saparinto,
2013)
2.3.2 Morfologi
Bayam Merah
Bayam sangat dibutuhkan bagi anak kecil, ataupun
balita. Cara menghidangkannya pun beraneka ragam, seperti disayur ataupun untuk
campuran bubur. Zat besi yang terkandung dalam bayam sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh balita. Bayam digemari masyarakat Indonesia karena
nak, lunak, dan dapt memperlancar pencernaan. Total luas panen bayam
diIndonesia pada tahun 1994 mencapai 34.600 hektar atau menempati urutan
ke-11dari 18 sayuran komersial yang dibudidayakan dan dihasilkan di
Indonesia.(Hadisoeganda, 1996). Produksi bayam semakin meningkat dari tahun ke
tahun karena kesadaran mayarakat akan pentingnya mengkonsumsi sayuran
semakinmeningkat. Bayam dapat menjadi sumber protein yang murah dan baik bagi
para penduduk di daerah tropis, sub tropis, dan iklim sedang.
Di Asia Timur dan Asia Tenggara, bayam sayur biasa
disebut Chinese amaranth. Ditingkat konsumen, dikenal dua macam bayam sayur,
yaitu bayam petik dan bayam cabut. Bayam petik berdaun lebar dan tumbuh tegak
dengan batang yang besar (hingga dua meter). Daun mudanya dimakan untuk dilalap
atau digoreng dengan dibaluri tepung. Daun bayam cabut berukuran lebih kecil
dan ditanam untuk waktu singkat (paling lama 25 hari), lebih cocok untuk dibuat
sup encerseperti sayur bayam dan sayur bobor (Saparinto, 2013).
Tanaman bayam merah memiliki ciri berdaun tunggal,
ujungnya meruncing, lunak, dan lebar. Batangnya lunak dan berwarna putih
kemerah-merahan. Bunga bayam merah ukurannya kecil muncil dari ketiak daun dan
ujung batang pada rangkaian tandan. Buahnya tidak berdaging, tetapi bijinya
banyak, sangat kecil, bulat, dan mudah pecah. Tanaman ini memilki akar tunggang
dan berakar samping. Akar sampingnya kuat dan agak dalam. Tanaman ini berbentuk
perdu atau semak. Bayam merah memiliki banyak manfaat karena mengandung vitamin
A dan C, sedikit vitamin B, kalsium, fospor, dan besi (Sunarjono, 2014).
2.3.3 Syarat
Tumbuh Bayam Merah
1. Iklim
Keadaan angin yang terlalu kencang dapat merusak tanaman
bayam khususnya untuk bayam yang sudah tinggi. Kencangnya angin dapat
merobohkan tanaman. Karena tanaman bayam cocok ditanam di dataran tinggi maka
curah hujannya juga termasuk tinggi sebagai syarat pertumbuhannya. Curah hujannya
bisa mencapai lebih dari 1.500 mm/tahun.
Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan
akan sinar matahari untuk tanaman bayam cukup besar. Pada tempat yang
terlindungi (ternaungi), pertumbuhan bayam menjadi kurus dan meninggi akibat
kurang mendapat sinar matahari penuh. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman
bayam berkisar antara 16-20 derajat C. Kelembaban udara yang cocok untuk
tanaman bayam antara 40-60%.
2.
Media
Tanam
Tanaman bayam menghendaki tanah yang gembur dan subur. Jenis
tanah yang sesuai untuk tanaman bayam adalah yang penting kandungan haranya
terpenuhi. Tanaman bayam termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas
7 (alkalis), pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih
kekuning-kuningan (klorosis). Sebaliknya pada pH di bawah 6 (asam), pertumbuhan
bayam akan merana akibat kekurangan beberapa unsur. Sehingga pH tanah yang
cocok adalah antara 6-7.
Tanaman bayam sangat reaktif dengan ketersediaan air di dalam
tanah. Bayam termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup untuk
pertumbuhannnya. Bayam yang kekurangan air akan terlihat layu dan terganggu
pertumbuhannya. Penanaman bayam dianjurkan pada awal musim hujan atau akhir
musim kemarau.
Kelerengan lahan untuk budidaya tanaman bayam adalah sekitar
15-45 derajat.
3.
Ketinggian
Tempat
Dataran tinggi merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman bayam. Ketinggian tempat yang baik yaitu ±2000 m dpl.
4.
Pembibitan
1. Persyaratan Benih
Benih/biji yang baik untuk bertanam bayam adalah
dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berasal
dari induk yang sehat,
b. bebas
dari hama/penyakit,
c. daya
kecambah 80 prosen,
d. memiliki
kemurnian benih yang tinggi.
2.
Penyiapan
Benih
Benih Bayam sayur yang ditanam petani kebanyakan swadaya dari tanaman
terdahulu yang sengaja dibiarkan tumbuh terus untuk produksi biji. Keperluan
benih untuk lahan 1 hektar berkisar antara 5-10 kg, atau 0,5-1,0 gram per m2
luas lahan. Biji dipanen pada waktu musim kemarau dan hanya dipilih tandan yang
sudah tua (masak). Tandan harus dijemur beberapa hari, kemudian biji
dirontokkan dari tandan dan dipisahkan dari sisa-sisa tanaman. Untuk
memproduksi bibit bagi satu hektar kebun yang berisi 25000-40000 tanaman,
kemungkinan dibutuhkan sekitar 1-2 kg benih.
3.
Teknik
Penyemaian Benih
Lahan untuk pembibitan dipilih yang lebih tinggi dari sekitarnya dan
bebas dari hama dan penyakit tanaman maupun gulma. Pembibitan diberi atap
plastik atau atap jerami padi. Benih bayam disebar merata atau berbaris-baris
pada tanah persemaian dan ditutup dengan selapis tanah tipis.
4.
Pemeliharaan
Pembibitan/Penyemaian
Dalam pemeliharaan benih/bibit perlu dilakukan penyiraman dengan teratur
dan hati-hati. Tanah yang digunakan juga perlu dipupuk agar kesuburannya tetap
terjaga. Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk kandang. Setelah bibit tumbuh dan
ada benih yang terserang hama/penyakit maka perlu disemprot dengan pestisida
dengan dosis rendah.
5.
Pemindahan
Bibit
Setelah bibit tumbuh berumur sekitar 7-14 hari, bibit dipindah-tanam ke
dalam pot-pot yang terbuat daun pisang atau kantong plastik es mambo yang
sebelumnya telah diisi dengan medium tumbuh campuran tanah dan pupuk organik
yang halus (1:1). Bibit dalam pot disiram teratur dan setelah berumur sekitar
7-14 hari setelah dipotkan, bibit tersebut telah siap untuk dipindah-tanam ke
lapangan.
5. Pemupukan
Pemupukan awal menggunakan pupuk kandang yang telah masak.
Waktu pemupukan dilakukan satu minggu atau dua minggu sebelum tanam. Cara
pemupukan adalah dengan disebarkan merata diatas bedengan kemudian diaduk
dengan tanah lapisan atas. Untuk pemupukan yang diberikan per lubanng tanam,
cara pemberiannya dilakukan dengan memasukkan pupuk ke dalam lubang tanam.
Dosis pemberian pupuk dasar disesuaikan dengan jenis tanaman dan keadaan lahan.
Akan tetapi dosis untuk pupuk kandang sekitar 10 ton per hektar. Pemupukan per
lubang tanam biasanya diperlukan sekitar 1-2 kg per lubang tanam.
2.3.4 Budidaya
Bayam Merah
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
membudidayakan bayam merah dalam berbagai lahan, kondisi dan media tanam.
Contohnya bayam merah dapat dibudidayakan dengan cara meningkatkan
produktivitas dan efisiensi konsumsi air pada bayam merah pada teknik
hidrofonik melalui pengaturan populasi tanaman dengan bahan dan metode sebagai
berikut :
terdapat dua percobaan yaitu percobaan mengenai
studi populasi terhadap produktivitas dan studi populasi terhadap kebutuhan air
tanaman bayam. Rancangan percobaan yang digunakan pada kedua percobaan ini
adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor tiga
ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu jumlah bibit. Jumlah bibit yang
digunakan adalah satu bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit, sehingga
terdapat 12 satuan percobaan yang terdapat pada masing-masing percobaan.
Data dianalisis menggunakan uji F pada taraf nyata
5%. Jika tidak berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT.
Pada budidaya tanaman bayam dengan teknik hidroponik
ini terdapat dua tahap yaitu penyemaian dan pembesaran. Kegiatan penyemaian dan
pembesaran dilakukan di dalam greenhouse. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 3
gram per literair. Sistem hidroponik yang digunakan adalah sistem NFT
modifikasi kerikil.
Pada tahap penyemaian dan pembesaran percobaan studi
populasi terhadap produktivitas alat dan bahan bergabung dengan kegiatan
produksi di Parung Farm yang dilakukan di bedengan. Sedangkan pada percobaan
studi populasi terhadap kebutuhan air tanaman bayam, alat yang digunakan berupa
hydroponic kit yang dibuat oleh penulis Hydroponic kit yang digunakan adalah
hydroponic kit tipe statis yang terbuat dari pot plastik kecil berdiameter 40 cm
dan botol air mineral bekas. Satu pot merupakan perwakilan dari masing-masing
satuan percobaan. Pada satu pot tersebut dibuat lima lubang tanam yang masing-masing
lubang berjarak 15 cm, hal ini agar kondisi pada pot sesuai dengan kondisi pada
bedengan. Di tengah pot diletakkan botol plastik yang berisi air larutan pupuk.
Benih bayam disemai di bedengan berukuran 2 m x 8 m
dengan media kerikil selama kurang lebih 14 hari. Ketebalan kerikil antara 3 cm
– 5 cm. Sebelum penyemaian dipastikan kerikil dalam keadaan bersih dan tidak
berlumut. Benih bayam disebar secara merata, kemudian ditutup dengan plastik
selama dua hari Bedengan dibuat miring 5o agar larutan nutrisi yang diberikan
dapat menyebar merata dan tidak tergenang. Pada tahap penyemaian, dilakukan
juga kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit,
dan pembersihan saluran irigasi.
Setelah tanaman bayam cukup besar, tanaman bayam
siap dipindahtanamkan di media pembesaran dengan variasi jumlah bibit yang
telah ditentukan. Tanaman bayam yang ditanam pada tahap pembesaran dipilih yang
memiliki karakter fisik yang homogeny dan tidak terserang hama penyakit. Tinggi
tanaman bayam yaitu 4 cm dari pangkal batang sampai dengan titik tumbuh dan
memiliki 4 daun. Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm x 15 cm. Satu petak
percobaan berukuran 2 m x 1 m. Bayam yang berumur 17 hari siap untuk dipanen.
Bayam dicabut sampai ke akar dan dibersihkan dari kerikil. Pengamatan tanaman
bayam dilakukan 3 hari setelah transplanting pada 5 tanaman contoh dari setiap
petak perlakuan dan dilakukan setiap 3 hari sekali. Peubah yang diamati adalah:
1)
tinggi tanaman,
2)
jumlah daun yang sudah membuka sempurna
3)
bobot basah dan bobot kering tanaman,
tajuk dan akar tanaman ditimbang secara terpisah,
4)
kadar air tanaman berdasarkan bobot
basah
5)
volume air yang berkurang yaitu volume
air awal dikurangi volume air yang tersisa di dalam wadah air pada hydroponic
kit; volume air yang berkurang dibagi dengan jumlah individu tanaman merupakan
kebutuhan air per tanaman
6)
luas permukaan daun per tanaman, luas
permukaan daun dihitung saat pengamatan terakhir menggunakan metode gravimetric
dengan menggunakan persamaan: LD = A/B x LK (LD: luas daun (cm2), A: bobot daun
(gram), B: bobot kertas (gram), LK: luas kertas (cm2), (7) ILD (Indeks Luas
Daun) dihitung dengan menggunakan persamaan ILD= LD/Lt (LD = luas daun, Lt =
Luas lahan yang ditumbuhi tanaman).
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu
dan Tempat
Waktu pelaksnaan pratikum dimulai tanggal 14 Maret 2016 – 10
Mei 2016 dan tempat pelaksanaan pratikum
dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Riau, tepatnya dibelakang Fakultas Ussuludin UIN SUSKA Riau,
jalan Subrantas Km. 15, Riau.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
Cangkul
|
benih kangkung, bayam dan sawi
|
parang atau sabit
|
pupuk kandang
|
penggaru tanah
|
pupuk urea
|
Gembor
|
Dolomite
|
alat tulis
|
3.3
Kegiatan
Pratikum
1.
Pembersihan dan Pembagian lahan
Sebelum melakukan budidaya tanaman kangkung, bayam merah dan sawi terlebih
dahulu dilakukan pembersihan lahan dari gulma- gulma atau tanaman pengganggu.
2.
Pembagian Lahan
Setelah lahan telah bersih dari gulma-gulma darn tanaman pengganggu, maka
dilakukan pembagian lahan untuk semua kelas program studi Agroteknologi. Karena
ada kelas A-G, maka pembagian lahan menjadi tujuh lahan.
3.
Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilakukan setelah
lahan dibersikan, dengan cara menggemburkan tanah. Tujuan dari pengolahan ini
adalah untuk membalikkan tanah sehingga patogen yang berbahya atau yang
merugikan mati terkena sinar matahari.
Lalu Pengolahan lain yang
dilakukan adalah membuat 15 bedengan per kelas. Dengan masing-masing kelas
terbagi atas 5 kelompok. Tiap kelompok mendapatkan tiga bedengan. Ukuran
bedengan yaitu 2 meter X 1 meter. Pengolahan dilakukan secara manual dengan
menggunakan cangkul, Sedangkan untuk penghalusan atau perataan tanah
menggunakan kayu.
4.
Pengukuran jarak tanam
Pada kangkung, pengukuran jarak tanam dilakukan dengan menggunakan
meteran dengan jarak tanam 5 x 20 cm dan jarak dari pinggir bedengan 5 cm.
Pengukuran jarak tanam ini mempermudah dalam penanamannya nanti. Setelah diukur
jumlah titik tanam sebanyak 144 buah (P X L = 36 X 4 = 144 ).
Dalam pengukuran jarak tanam kangkung, dilakukan lima perlakuan yaitu
sebagai berikut :
·
5 cm X 5 cm
·
5 cm X 10 cm
·
5 cm X 15 cm
·
5 cm X 20 cm
·
5 cm X 25 cm
Perlakuan yang baik pada tanaman kangkung adalah 5
cm X 5 cm.
Karena semakin dekat jarak tanam, maka semakin bagus
untuk pertumbuhan kangkung. Semakin dekat jarak tanam, maka kangkung akan
saling berebut cahaya matahari. Pada saat ini hormone auksin akan bekerja dalam
pertumbuhan kangkung. Yang mana kita ketahui bahwa hormon auksin akan bekerja
dalam penambahan panjang kangkung. Jika kangkung saling berebut cahaya
matahari, maka semakin besar kemungkinan kita untuk mendapatkan kangkung yang
berukuran lebih panjang.
Pada
bayam merah tidak diberikan perlakuan. Tetapi pada sawi, dilakukan perlakuan
penyemaian sebelum sawi tersebut dipindahkan kebedengan. Untuk jarak tanam pada
sawi terserah masing-masing kelompok.
5.
Penanaman
Penanaman kangkung dilakukan
dengan sistem tunggal dengan kedalaman lubang 2-3 cm. Setiap lubang ditanam 2
biji kangkung dengan demikinan populasi tanam dalam satu petakan atau bedengan
sebanyak 288 tanaman.
Penanaman bayam dilakukan dengan
membuat garis pada bedengan dengan kedalaman lubang 1-2 cm. setelah membuat
garis, benih bayam ditaburkan di garis yang telah dibuat.
Penanaman sawi dilakukan dengan
cara penyemaian terlebih dahulu. Setelah 2 minggu waktu penyemaian, sawi yang
tumbuh dengan baik saat disemai dipindahkan kebendengan.
6.
Pemeliharaan
a.
Penyiraman
Penyiraman
dilakukan 1 kali dalam sehari pada sore harinya, agar ketersediaan air untuk
tanaman tersedia sehingga tidak menghambat dalam pertumbuhannya. Namun
penyiraman juga tergantung cuaca jika hujan tidak dilakukan penyiraman.
b.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan apabila ada tanaman penganggu yang tumbuh disekitar tanaman kangkung.
Penyiangan dilakukan tergantung pada pertumbuhan tanaman penganggu yang ada
disekitar tanaman.
Penyiangan
ini bertujuan agar tidak terjadinya kompetisi antara tanaman kangkung dan gulma
baik dalam penyerapan unsur hara, air dan cahaya matahari.
c.
Pemupukan
Pupuk yang
digunakan adalah pupuk urea dengan dosis 40 gram/bedengan. Pemupukan dilakukan
pada hari selasa tanggal 19 April 2016. Manfaat dan fungsi pupuk urea adalah sebagai nutrisi dalam proses
pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, akar, batang, tunas, dan lain
sebagainya. Sedangkan secara praktis, pupuk urea berfungsi sebagai berikut:
1. Membuat daun lebih rimbun, segar,
dan hijau.
2. Mempercepat pertumbuhan tinggi
tanaman.
3. Memperbanyak jumlah anakan.
4. Mempercepat pertumbuhan serabut
akar.
5. Mempercepat pertumbuhan panjang
akar.
6. Meningkatkan pertumbuhan lilit
batang.
7. Meningkatkan pertumbuhan tunas baru.
8. Memacu adaptasi perumbuhan tanaman
pada kondisi aklimatisasi.
9. Mempercepat sintesis protein dalam
tanaman.
10. Meningkatkan laju fotosintesis.
11. Memperbaiki sifat kimia tanah yang
terkait dengan ketersediaan nitrogen dalam menunjang pertumbuhan tanaman.
Apabila manfaat dan fungsi pupuk urea di atas tidak tercukupi dalam
menunjang tumbuh tanaman, maka akan terjadi beberapa gejala kekurangan nitrogen
defisiensi atau kahat) yang akan langsung tampak pada tanaman. Berikut ini
adalah beberapa gejala kekurangan nitrogen (urea) yang tampak pada tanaman.
1. Daun muda berwarna kuning pucat.
2. Daun tua berwarna kekuning-kuningan.
3. Tanaman tumbuh lambat dan kerdil.
4. Buah tumbuh tidak sempurna hingga
masak sebelum waktunya.
5. Pada kondisi kahat nitrogen parah,
daun tanaman menjadi kering mulai dari daun bagian bawah
7.
Parameter pengukuran
Adapun parameter yang di amati yaitu pertumbuhan tanaman,
banyak daun, titik tumbuh dan tinggi tanaman.
8.
Pengambilan
sampel
Pengambilan 10 sampel kangkung dilakukan
pada hari selasa tanggal 26 April 2016. Untuk pengambilan sampel bayam merah
dilakukan pada hari selasa tanggal 3 Mei 2016. Untuk sawi tidak ada pengambilan
sampel karena sawi yang ditanam tidak tumbuh. Setelah pengambilan sampel,
dilakukan penimbangan berat basa dan berat kering. Pengambilan sampel dilakukan
untuk penimbangan berat basah tajuk dan berat basah akar yang dilakukan pada
lokasi penanaman.
Pengovenan dilakukan di Laboraturium
Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. Setelah pengovenan
dilakukan pengukuran berat kering tajuk dan berat kering akar di Lab. tersebut
9.
Pemanenan
Panen kangkung dilakukan setelah tanaman berumur ±30 hari, panen
dilakukan pada hari rabu tanggal 27 April 2016. Setelah panen, dilakukan
penimbangan untuk 248 kangkung dan didapatkan berat sebesar 1.799 kg.
Sedangkan pemanenan bayam merah dilakukan pada tanggal 3 Mei 2016. Dan
penimbangan dilakukan di Lab. Agronomi UIN Suska Riau pada tanggal 4 Mei 2016.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
kangkung
1. Hari pertama
2. Minggu pertama, tanggal 13 April
2016
Table 1 : pertumbuhan kangkung
minggu pertama
NO KANGKUNG
|
JUMLAH DAUN
|
TITIK TUMBUH (CM)
|
TINGGI TANAMAN (CM)
|
1
|
6
|
7,5
|
14,5
|
2
|
7
|
5,5
|
12,5
|
3
|
7
|
7
|
15,5
|
4
|
7
|
6,5
|
15,3
|
5
|
6
|
5,5
|
13,5
|
6
|
7
|
9
|
16,2
|
7
|
8
|
7
|
14,2
|
8
|
7
|
7
|
13,2
|
9
|
7
|
7,5
|
14,8
|
10
|
7
|
7,8
|
15
|
Dari 10 sampel kangkung, diperoleh kangkung tertinggi adalah
pada kangkung nomor 6 yaitu dengan titik tumbuh 9 cm dan tinggi kangkung 16,2
cm. sedangkan jumlah daun terbanyak terdapat pada kangkung nomor 7 yaitu
sebanyak 8 helai.
3. Minggu kedua, tanggal 19 April 2016
Table II : pertumbuhan kangkung minggu kedua
NO KANGKUNG
|
JUMLAH DAUN
|
TITIK TUMBUH (CM)
|
TINGGI TANAMAN (CM)
|
1
|
7
|
14,2
|
23
|
2
|
10
|
13,2
|
23,4
|
3
|
9
|
15,5
|
28,5
|
4
|
10
|
15
|
26,1
|
5
|
8
|
13,3
|
22,6
|
6
|
10
|
19,5
|
28,3
|
7
|
11
|
17
|
28
|
8
|
10
|
17
|
28
|
9
|
11
|
18
|
28,7
|
10
|
10
|
15
|
26,1
|
Dari 10 sampel kangkung, diperoleh kangkung tertinggi adalah
pada kangkung nomor 6 yaitu dengan titik tumbuh 19,5 cm dan tinggi kangkung
28,3 cm. sedangkan jumlah daun terbanyak terdapat pada kangkung nomor 7 dan 9
yaitu sebanyak 11 helai.
4. Minggu ketiga, tanggal 26 April 2016
Table III : pertumbuhan kangkung
minggu ketiga
NO KANGKUNG
|
JUMLAH DAUN
|
TITIK TUMBUH (CM)
|
TINGGI TANAMAN (CM)
|
1
|
11
|
26
|
42
|
2
|
12
|
29
|
41
|
3
|
13
|
30
|
49
|
4
|
14
|
27,5
|
42,3
|
5
|
13
|
30
|
43,5
|
6
|
14
|
38
|
51
|
7
|
13
|
28,3
|
43
|
8
|
14
|
29,5
|
44,5
|
9
|
13
|
29,8
|
43,5
|
10
|
20
|
27
|
41,7
|
Dari 10 sampel kangkung, diperoleh kangkung tertinggi adalah
pada kangkung nomor 6 yaitu dengan titik tumbuh 38 cm dan tinggi kangkung 51
cm. Sedangkan jumlah daun terbanyak terdapat pada kangkung nomor 10 yaitu
sebanyak 20 helai.
Table IV : berat basah sampel
NO KANGKUNG
|
BERAT TAJUK (Gram)
|
BERAT AKAR
(Gram)
|
1
|
6
|
0,25
|
2
|
4
|
0,25
|
3
|
11
|
2
|
4
|
7
|
1
|
5
|
7
|
1
|
6
|
7
|
0,25
|
7
|
8
|
0,25
|
8
|
9
|
1
|
9
|
7
|
1
|
10
|
5
|
1
|
Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa tajuk terberat pada
kangkung nomor 3 yaitu 11 gram. Dan akar terberat juga pada kangkung nomor 3
yaitu 2 gram.
Table V : berat kering sampel
NO KANGKUNG
|
BERAT TAJUK (Gram)
|
BERAT AKAR
(Gram)
|
1
|
0,39
|
0,08
|
2
|
0,47
|
0,17
|
3
|
0,72
|
0,19
|
4
|
0,56
|
0,12
|
5
|
0,65
|
0,11
|
6
|
0,64
|
0,15
|
7
|
0,78
|
0,12
|
8
|
0,61
|
0,10
|
9
|
0,80
|
0,16
|
10
|
0,59
|
0,28
|
Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa tajuk terberat pada
kangkung nomor 9 yaitu 0,80 gram. Dan akar terberat juga pada kangkung nomor 10
yaitu 0,28 gram.
4.2
Sawi
Sawi yang
kami tanam tidak tumbuh. Itu disebabkan karena :
Permasalahan budidaya sawi di lapang adalah tanaman ini membutuhkan
pemeliharaan intensif, rentan serangan hama dan penyakit, penggunaan nutrisi
kurang efisien, gulma dan pertumbuhan kurang terkontrol. Berbagai permasalahan
itu menyebabkan produksi tidak sesuai dengan keinginan. Salah satu upaya untuk
meningkatkan produksi dan kualitas sawi adalah menerapkan aplikasi efisiensi
pemberian air, penggunaan bahan organik, larutan nutrisi dan penggunaan
varietas unggul serta seiring dengan meningkatkan jumlah penduduk dan semakin
sadarnya masyarakat pentingnya mengkonsumsi sayuran, kebutuhan masyarakat
terhadap tanaman sawi semakin lama semakin meningkat.
Peningkatan kebutuhan ini tidak diimbangi dengan produksi sawi yang masih
rendah baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu upaya dapat
dilakukan dalam rangka peningkatan hasil dan kualitas sawi ialah memperbaiki
teknik budidayanya, teknik yang dapat dilakukan adalah pemberian air dan
pemanfaatan bahan organik. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui
interaksi antara macam bahan organik dan pemberian air terhadap pertumbuhan dan
hasil sawi serta mengetahui hasil terbaik dari beberapa perlakuan macam bahan
organic dan pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil sawi.
Hasil
produksi sawi adalah daunnya, oleh karena itu pupuk yang diberikan sebaiknya
banyak mengandung unsur Nitrogen ( N ), karena salah satu fungsi N adalah untuk
memperbaiki bagian vegetatif tanaman terutama untuk membentuk zat hijau daun
tanaman, sehingga proses fisiologis akan berjalan dengan baik seperti
fotosintesis dan respirasi. Pupuk daun yang dapat diberikan pada tanaman banyak
beredar di pasaran salah satunya adalah Plant Catalyst 2006 yang mempunyai
kandungan hara N 23 %, Phosfor 5.5 %, K 0.4 %, B 0.34 %, Sodium natrium 27.24
%, Mg 25,92 ppm, Zn 11.15 ppm, Fe 36.45 ppm, Co 9.59 ppm, Cu 0.03 ppm dengan
dosis anjuran 5 g / liter air ( PT. Centranusa Insan Cemerlang, 2001 ).
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu aplikasi pupuk Urea untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi. Pemupukan tanaman sawi
mutlak harus diberikan terutama unsur yang banyak mengandung Nitrogen ( Nazaruddin,
2000 ). Pemberian pupuk kepada tanaman dapat dilakukan dengan pemberian melalui
tanah dan pemberian melalui daun. Pemupukan melaui daun dapat dilakukan dengan
cara penyemprotan larutan pupuk ke daun, cara ini dapat menggantikan fungsi
akar yang biasanya menyerap unsur hara ( Lingga , 2002 ). Sementara itu
Prihmantoro ( 2001 ) berpendapat bahwa tanaman sayuran yang berumur pendek
seperti tanaman sawi, petsai, kailan, bawang merah, bawang putih yang ditanam
dengan jarak yang rapat cara yang lebih tepat dan mudah adalah melakukan
pemupukan lewat daun dengan pupuk yang lazim disebut dengan pupuk daun.
Pemberian pupuk cair melalui daun lebih efektif, karena unsur makro dan
mikro yang dikandungnya cepat diserap sehingga dapat memacu pertumbuhan dan
meningkatkan efisiensi metabolisme pada daun, disamping mengandung zat renik
pengaktif ( bioaktifator ) kegiatan biosintesis dalam jaringan tanaman juga
mengandung biokatalisator pembentuk berbagai senyawa di dalam sel tanaman yang
berguna untuk memanfaatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah secara optimal (
Hakim dkk. 1986 ). Ditambahkan lagi oleh Sutejo ( 2002 ) bahwa pupuk pelengkap
cair ( PPC ) mampu meningkatkan kegiatan fotosintesis dan daya angkut unsur
hara dari dalam tanah ke dalam jaringan, mengurangi kehilangan Nitrogen dari
jaringan daun, meningkatkan pembentukan karbohidrat, lemak, dan protein, serta
meningkatkan potensi hasil tanaman.
Lingga dan Marsono ( 2001 ), mengatakan bahwa kelebihan yang paling
mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan unsur haranya berjalan lebih cepat
dibandingkan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya tanaman akan lebih
cepat menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak, oleh karena itu pemupukan lewat
daun dipandang lebih berhasil guna dibandingkan pemupukan lewat akar.
4.3
Bayam
1. Minggu pertama, tanggal 13 April
2016
Tabel VII : pertumbuhan bayam merah
minggu pertama
NO BAYAM MERAH
|
JUMLAH DAUN
|
TITIK TUMBUH (CM)
|
TINGGI TANAMAN (CM)
|
1
|
4
|
2
|
3
|
2
|
4
|
1,8
|
3,5
|
3
|
4
|
2,3
|
3,5
|
4
|
5
|
1
|
2,2
|
5
|
4
|
1,5
|
3
|
6
|
5
|
2
|
3,5
|
7
|
6
|
2,5
|
4
|
8
|
5
|
2
|
4,5
|
9
|
3
|
2
|
3,5
|
10
|
5
|
2
|
3,4
|
Dari 10 sampel bayam merah, diperoleh bayam merah tertinggi
adalah pada nomor 7 yaitu dengan titik tumbuh 2,5 cm dan tinggi 4 cm. sedangkan
jumlah daun terbanyak pada sepuluh sampel bayam merah terdapat pada nomor 7
yaitu sebanyak 6 helai.
2. Minggu kedua, tanggal 19 April 2016
Tabel VIII : pertumbuhan bayam merah
minggu kedua
NO BAYAM MERAH
|
JUMLAH DAUN
|
TITIK TUMBUH (CM)
|
TINGGI TANAMAN (CM)
|
1
|
5
|
8,6
|
11,2
|
2
|
6
|
5
|
10
|
3
|
5
|
7,2
|
12,6
|
4
|
7
|
4
|
10,2
|
5
|
5
|
4,8
|
8,6
|
6
|
8
|
5,6
|
9
|
7
|
7
|
8
|
15,3
|
8
|
6
|
9,8
|
16,6
|
9
|
5
|
5
|
10.2
|
10
|
8
|
8,7
|
14,9
|
Dari 10 sampel bayam merah, diperoleh bayam merah tertinggi
adalah pada nomor 8 yaitu dengan titik tumbuh 9,8 cm dan tinggi 16,6 cm.
sedangkan jumlah daun terbanyak pada sepuluh sampel bayam merah terdapat pada
nomor 10 yaitu sebanyak 8 helai.
3. Minggu ketiga, tanggal 26 April 2016
Table IX : pertumbuhan bayam merah
minggu ketiga
NO BAYAM MERAH
|
JUMLAH DAUN
|
TITIK TUMBUH (CM)
|
TINGGI TANAMAN (CM)
|
1
|
7
|
10,8
|
15,3
|
2
|
8
|
7
|
14,2
|
3
|
6
|
11,3
|
15,2
|
4
|
8
|
9,5
|
17,6
|
5
|
6
|
6,3
|
14
|
6
|
9
|
7
|
12,5
|
7
|
7
|
12
|
16,6
|
8
|
7
|
11,8
|
20,5
|
9
|
6
|
8,6
|
15,4
|
10
|
10
|
10,5
|
18,5
|
Dari 10 sampel bayam merah, diperoleh bayam merah tertinggi
adalah pada nomor 8 yaitu dengan titik tumbuh 11,8 cm dan tinggi 20,5 cm.
sedangkan jumlah daun terbanyak pada sepuluh sampel bayam merah terdapat pada
nomor 10 yaitu sebanyak 10 helai.
Table X : berat basa sampel
BERAT TAJUK
(Gram)
|
BERAT AKAR
(Gram)
|
1,685
|
0,223
|
0,547
|
0,78
|
1,462
|
0,206
|
1,184
|
0,190
|
1,676
|
0,323
|
0,459
|
0,077
|
0,654
|
0,077
|
1,007
|
0,103
|
0,828
|
0,114
|
1.185
|
0,185
|
Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa tajuk terberat pada
bayam nomor 5 yaitu 1,676 gram. Dan akar terberat juga pada bayam nomor 5 yaitu
0,323 gram.
Table XI : berat kering sampel
BERAT TAJUK
(Gram)
|
BERAT AKAR
(Gram)
|
0,284
|
0,056
|
0,114
|
0,021
|
0,271
|
0,041
|
0,210
|
0,040
|
0,398
|
0,082
|
0,088
|
0,017
|
0,143
|
0,025
|
0,128
|
0.027
|
0,135
|
0,024
|
0,265
|
0,043
|
Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa tajuk terberat pada
bayam nomor 5 yaitu 0,398 gram. Dan akar terberat juga pada bayam nomor 5 yaitu
0,082 gram.
Bayam merah yang kami tanam pertumbuhnya lambat. Atau bisa
disebut kerdil. Kekerdilan itu karenakan bedengan yang jenuh air.
Atau bisa saja karena factor-faktor lain, diantaranya :
1. Kekurangan unsur hara Nitrogen (N)
a.
Warna daun hijau agak kekuning-kuningan
dan pada tanaman padi warna ini mulai dari ujung daun menjalar ke tulang daun
selanjutnya berubah menjadi kuning lengkap, sehingga seluruh tanaman berwarna
pucat kekuning-kuningan. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun
selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan.
b.
pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil.
c.
Perkembangan buah tidak sempurna atau
tidak baik, seringkali masak sebelum waktunya
d.
Dapat menimbulkan daun penuh dengan serat,
hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri
berukuran kecil-kecil
e.
Dalam keadaan kekurangan yang parah,
daun menjadi kering, dimulai dari bagian bawah terus ke bagian atas
2. Kekurangan unsur hara Fosfor (P)
a. Terhambatnya
pertumbuhan sistem perakaran, batang dan daun
b. Warna
daun seluruhnya berubah menjadi hijau tua/keabu-abuan, mengkilap, sering pula
terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Pada tepi daun,
cabang dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi
kuning.
c. Hasil
tanaman yang berupa bunga, buah dan biji merosot. Buahnya kerdil-kerdil, nampak
jelek dan lekas matang
3.
Kekurangan unsur hara Kalium (K)
Defisiensi/kekurangan
Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini jarang
ditampakkan ketika tanaman masih muda.
a.
Daun-daun berubah jadi mengerut alias keriting (untuk
tanaman kentang akan menggulung) dan kadang-kadang mengkilap terutama pada daun
tua, tetapi tidak merata. Selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampak
menguning, warna seperti ini tampak pula di antara tulang-tulang daun pada
akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor (merah coklat), sering pula bagian
yang berbercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan kemudian mati
b.
Batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga tanaman
tampak kerdil
c.
Buah tumbuh tidak sempurna, kecil, mutunya jelek,
hasilnya rendah dan tidak tahan disimpan
d.
Pada tanaman kelapa dan jeruk, buah mudah gugur
e.
Bagi tanaman berumbi, hasil umbinya sangat kurang dan
kadar hidrat arangnya demikian rendah.
4. Kekurangan unsur hara
Kalsium (Ca)
a. Daun-daun muda selain berkeriput mengalami
perubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis (berubah menjadi kuning)
dan warna ini menjalar di antara tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun
pada beberapa tempat mati
b. Kuncup-kuncup
muda yang telah tumbuh akan mati
c. Pertumbuhan
sistem perakarannya terhambat, kurang sempurna malah sering salah bentuk
d. Pertumbuhan
tanaman demikian lemah dan menderita
5. Kekurangan unsur hara
Magnesium (Mg)
a. Daun-daun
tua mengalami klorosis (berubah menjadi kuning) dan tampak di antara
tulang-tulang daun, sedang tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau.
Bagian di antara tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning
dengan bercak-bercak merah kecoklatan
b. Daun-daun
mudah terbakar oleh teriknya sinar matahari karena tidak mempunyai lapisan
lilin, karena itu banyak yang berubah warna menjadi coklat tua/kehitaman dan
mengkerut
c. Pada
tanaman biji-bijian, daya tumbuh biji kurang/lemah, malah kalau toh ia tetap
tumbuh maka ia akan nampak lemah sekali.
6.
Kekurangan unsur hara Belerang (S)
a. Daun-daun
muda mengalami klorosis (berubah menjadi kuning), perubahan warna umumnya
terjadi pada seluruh daun muda, kadang mengkilap keputih-putihan dan
kadang-kadang perubahannya tidak merata tetapi berlangsung pada bagian daun
selengkapnya
b. Perubahan
warna daun dapat pula menjadi kuning sama sekali, sehingga tanaman tampak
berdaun kuning dan hijau, seperti misalnya gejala-gejala yang tampak pada daun
tanaman teh di beberapa tempat di Kenya yang terkenal dengan sebutan”Tea
Yellow” atau”Yellow Disease”
c. Tanaman
tumbuh terlambat, kerdil, berbatang pendek dan kurus, batang tanaman berserat,
berkayu dan berdiameter kecil
d. Pada
tanaman tebu yang menyebabkan rendemen gula rendah
e. Jumlah
anakan terbatas.
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Dari hasil
pratikum dapat diambil kesimpulan yaitu dalam membudidaya tanaman kangkung
darat perlunya ketersediaan air karena kangkung merupakan tanaman yang sangat
memerlukan air. Jika tanaman kekurangan air akan menyebabkan penurunan kualitas
hasil panen karena batangnya yang keras dan banyak mengandung getah. Dan dalam
penanaman kangkung jarak tanam antar kangkung juga harus diperhatikan. Semakin
dekat jarak tanam antar kangkung maka semakin baik. Karena pada jarak tanam
yang dekat akan memacu kerja hormon auksin pada kangkung. Sehingga akan
dihasilkan kangkung yang lebih tinggi.
Jika tanah
mengandung terlalu banyak air, maka akan menyebabkan tumbuhan tidak tumbuh
dengan sempurna seperti sawi dan kerdil seperti bayam. Tetapi dalam penanaman
bayam merah dan sawi tidak cocok dilakukan dilahan gambut yang jenuh air. Dalam
penanam sawi juga perlu diperhatikan dalam penerapkan aplikasi efisiensi
pemberian air, penggunaan bahan organik, larutan nutrisi dan penggunaan
varietas unggul.
Dan adapun
dalam penggunaan pupuk kandang 900 gram dalam satu petakan mengahasilkan tanaman
yang lebih bagus. Dan penggunaan pupuk urea sebanyak 40 gram dapat mempercepat
dalam pertumbuhan tanaman.
Dapat
diartikan bahwa pupuk urea sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kangkung
sehingga waktu pemanenan pun dapat dipercepat sebagai mana hasil pratikum yang
dilaksanakan ini.
5.2
Saran
Untuk membudidaya tanaman perlunya ketersediaan air,
karena air sangat berperan penting dalam membantu pertumbuahan tanaman. Perlu
juga pemilihan tempat yang tanah nya tidak jenuh air. Dan pemberian pupuk urea
yang sesuai dengan dosis yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bernas,
S.M., dkk. 2012. Model Pertanian Terapung
dari BAmbu untuk Budidaya Kangkung Darar (ipomea reptans Poir.) di Lahan Rawa.
Jurnal Lahan Suboptimal 1 (2): 177-182. Diakses tanggal 24 Mei 2016.
Darmawan,
A.F., N. Herlina dan R. Soelistyono. 2013. Pengaruh
Berbagai Macam Bahan Organik dan Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). jurnal Produksi Tanaman 1 (5) : 389-397.
Diakses tanggal 24 Mei 2016.
Erawan,
D., W. O. Yani dan A. Bahrun. 2013. Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Urea.
Jurnal Agroteknos 3 (1) : 19-25. Diakses
tanggal 24 Mei 2016.
Fefiani, Y
dan A. D. Dalimunthe. 2014. Aplikasi
Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Bayam (Amaranthus
sp.). agrium 18 (3) : 202-207. Diakses tanggal 24 Mei 2016
Hawalid,
H. 2011. Respon Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Coss.) terhadap komposisi Media Tanam dan
Jenis Pupuk Organik Cair pada Sistem Vertikultur. Jurnal Rafflesia 18 (2) :
437-443. Diakses tanggal 24 Mei 2016
Irawati
dan Z. salamah. 2013. Pertumbuhan Tanaman
Kangkung Darat (ipomea retans Poir.) dengan Pemberian Pupuk Organik Berbahan
Dasar Kotoran Kelinci. Jurnal Bioedukatika 1(1) : 1-96. Diakses tanggal 24
Mei 2016.
Latifah,
R. N., Winarsih dan Y. S. Rahayu. 2012. Pemanfaatan
Sampah Organik sebagai Bahan Pupuk Cair untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah
(Alternanthera ficoides). lenteraBio 1 (3) : 139-144. Diakses tanggal 24
Mei 2016
Muntashilah,
U. M., T. Islami dan H. T. Sebayang. 2015. Pengaruh
Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea
reptans. Poir). Jurnal Produksi Tanaman 3 (5) : 391-396. Diakses tanggal 24
Mei 2016
Nurrohman,
M., A. Suyanto dan K. Puji. 2014. Penggunaan
Fermentasi Ekstrak Paitan (tithonia diversifolia L.) dan Kotoran Kelinci Cair Sebagai
Sumber Hara Pada Budidaya Sawi (Brassica juncea L.) secara hidroponik Rakit
Apung. Jurnal
Produksi Tanaman 2 (8) :
649 – 657. Diakses
tanggal 24 Mei 2016.
Perdana,
B. S. K dan A Fajriani. 2014. Pengaruh
Aplikasi Bio Stimulator dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kangkung Darat. Jurnal Produksi Tanaman 2 (6) : 474-483. Diakses tanggal 24 Mei 2016
Rosmauli.,
N. Gofar dan L. Hanum. 2012. Pemanfaatan
Kompos dari Limbah Baglog Jamur Tiram (pleurotusosteatus) sebagai Media Tumbuh
Tanaman Sawi Hijau ( Brassica rapa var. parachinensis L.). jurnal Teknik
Lingkungan UNAND 12 (2) : 120-126. Diakses tanggal 24 Mei 2016
Semarni,
E., Suroso dan A. margiwiyatno. 2007. Pendugaan
Hasil Tanaman Bayam (Amaranthus Tricolor L.) secara Hidroponik dengan Jaringan
Syaraf Tiruan (ANN). Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” 11
(1). Diakses tanggal 24 Mei 2016
Setianingsih,
E., N. Herlina dan L. Setyobudi. 2016. Pemanfaatan
Batang Semu Pisang sebagai Pot dengan Berbagai Komposisi Media Tanam terhadap
Produktivitas Tanaman Kangkung Darat. Jurnal Produksi Tanaman 4 (2) 117-122. Diakses tanggal 24 Mei 2016
Surtinah.
2006. Peran Plant Catalyst 2006 dalam
Meningkatkan Produksi Sawi (Brassica juncea L.). jurnal Ilmiah Pertanian 3
(1):6-10. Diakses tanggal 24 Mei 2016
Wachjar, A
dan R. Anggayuhlin. 2013. Peningkatan
Produktivitas dan Efisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.)
pada Teknik Hidroponik melalui Pengaturan Populasi Tanaman. Bul. Agrohorti 1
(1): 127-134. Diakses tanggal 24 Mei 2016.
Komentar
Posting Komentar